AHIM TV-DRAMA kelangkaan minyak goreng berakhir sudah. Namun ibarat sebuah cerita, drama ini berakhir ‘sad ending’.
Pasalnya, meski sudah banjir dan melimpah di pasaran, minyak goreng harganya meroket dan naik tajam.
Kelangkaan minyak goreng (mungkin) sebelumnya tak pernah terpikirkan. Baik oleh masyarakat maupun para pengambil kebijakan.
Karena sebagai salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia, mustahil minyak goreng akan langka di Indonesia.
Namun, fakta berbicara berbeda. Minyak goreng tiba-tiba lenyap dan menghilang dari pasaran.
Tak hanya di pasar-pasar tradisional, minyak goreng juga menghilang dari pasar modern dan toko ritel. Untuk mendapatkan komoditas ini, warga harus berebut dan rela antre lama.
Menyalahkan warga dan virus corona
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) beralasan, minyak goreng langka di pasaran karena jatah rakyat ‘diserobot’ pihak yang tidak berhak.
Kemendag menuding, industri menggunakan minyak goreng yang seharusnya dialokasikan untuk rakyat kebanyakan.
Kemendag berdalih, ketersediaan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang terkumpul dalam kebijakan domestic market obligation (DMO) cukup besar.
Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya mencapai 8,02 juta ton
Karena itu, seharusnya minyak goreng melimpah dan tak menjadi barang langka.
Selain itu, Kemendag juga berdalih kelangkaan minyak goreng disebabkan karena produsen lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri karena harganya lebih tinggi.
Pandemi juga dituding menjadi biang keladi karena menyebabkan gangguan logistik, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal.
Selain itu Kemendag curiga warga menimbun minyak goreng di dapur sehingga komoditas ini menjadi langka.
Dari mafia hingga invasi Rusia ke Ukraina
Invasi Rusia ke Ukraina juga dituding menjadi biang kelangkaan minyak goreng di Indonesia
Karena menurut Kemendag, perang antarnegara tetangga itu menyebabkan lonjakan harga sejumlah komoditas, termasuk minyak goreng.
Invasi Rusia ke Ukraina berdampak terhadap harga minyak goreng karena dua negara di Eropa Timur itu merupakan produsen minyak biji bunga matahari.
Krisis yang terjadi di sana membuat banyak negara memilih menggunakan minyak sawit untuk menggantikan minyak biji bunga matahari.
Kemendag juga menduga ada mafia yang menyebabkan minyak goreng menjadi langka. Ada orang-orang yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan.
Kecurigaan itu didasari atas ketidaksesuaian antara data stok minyak goreng dengan temuan di lapangan.
Praktik yang dilakukan oleh para mafia tersebut antara lain mengalihkan minyak subsidi ke minyak industri atau mengekspor minyak goreng ke luar negeri.
Kalah dengan mafia
Meski sesumbar akan melawan mafia, faktanya Kemendag justru menghapus aturan terkait harga eceran tertinggi (HET) dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar.
Alih-alih melawan mafia minyak goreng seperti yang dijanjikan, pemerintah justru terkesan kalah dan membiarkan para mafia berpesta.
Pemerintah berdalih, kebijakan penghapusan HET untuk minyak goreng kemasan ini dilakukan guna mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Kebijakan ini memang mampu mengatasi kelangkaan, karena minyak goreng mendadak berlimpah di pasaran.
Namun, itu tak menyelesaikan persoalan. Pasalnya, harga minyak goreng kemasan jadi meroket dan naik tajam.
Sejak ada kebijakan baru ini, harga minyak goreng alami kenaikan drastis dari harga sebelumnya.
Saat ini harga minyak goreng kemasan mencapai Rp 25.000 per liter yang sebelumnya hanya Rp 14.000 per liter.(KOMPAS)
0 Komentar