Ketua Dewan Pers Prof Azra: Kita Memerlukan Reformasi Jilid II Yang Damai


AHIM TV-
Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan makin cacat dengan praktik oligarki politik dan bisnis, tanpa melibatkan masyarakat sipil.

Pernyataan ini dikemukakan Prof Azyumardi Azra dalam acara peringatan dan refleksi 24 tahun reformasi dengan tajuk “Reformasi dan Jalan Keluar Krisis” yang diselenggarakan Institut Harkat Negeri, di Bimasena Club, Darmawangsa Jakarta, kemarin.


“Sekarang kita memerlukan reformasi jilid dua yang damai,” ujarnya.

Selain alasan politik, Prof Azra mengatakan, reformasi sosial dan budaya mutlak diperlukan. “Pendidikan kita kacau balau dan nggak jelas, fungsi Sisdiknas kacau balau”, imbuhnya.

Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025 itu menerangkan, setelah 24 tahun reformasi banyak kemajuan yang perlu diapresiasi, terutama infrastruktur, meskipun infrastruktur sosial dan budaya masih perlu diperbaiki.

Menurutnya, Presiden Jokowi sebenarnya bisa melakukan perubahan. Misalnya, memperkuat kembali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Sejarah akan mencatat ada perubahan yang dilakukan,” katanya.

Sementara Prof Ginandjar Kartasasmita sebagai pembicara kunci dalam diskusi ini mengakui, reformasi telah menghasilkan banyak kemajuan di bidang politik. “Masalahnya, democratic governance. Kalau kawan-kawan demo menyoroti ya menyoroti governance-nya,” katanya.

Pria yang pernah jadi menteri pada Pemerintahan Orde Baru, dan aktor yang terlibat langsung dalam reformasi 1998 ini menegaskan, hari ini yang bersatu adalah oligarki untuk melawan kekuatan perubahan. “Yang tidak bersatu adalah kekuatan-kekuatan perubahan,”ucapnya.

Mantan Ketua MPR ini mengajak refleksi publik, terutama mahasiswa. Apakah mahasiswa hari ini sama seperti di era 98 atau 65 atau karena oligarki bersatu padu, maka semakin sulit dihadapi.

Sedangkan Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menggarisbawahi hubungan antara kredibilitas pemimpin dengan reformasi. “Kita merindukan kepemimpinan politik yang kredibel agar bangsa ini tidak mengalami ledakan krisis. Semakin kredibel pemimpin, semakin kita bisa menghindari krisis. Reformasi damai juga lebih mungkin dijalankan dalam situasi masih ada rasa saling percaya,” jelasnya.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini mengajukan pertanyaan kritis tentang reformasi sebagai koreksi ketika krisis terjadi.

“Apabila kinerja pembangunan tidak sesuai dengan tujuan, maka koreksi menjadi hal yang harus dilakukan. Apakah hak koreksi sudah dipenuhi? apakah ada kesempatan melakukan koreksi?”

Pada peringatan dan refleksi 24 tahun reformasi dengan tajuk “Reformasi dan Jalan Keluar Krisis” diselenggarakan oleh Institut Harkat Negeri ini menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka yaitu Prof Dr Ginandjar Kartasamita, Prof Dr Azyumardi Azra, Sudirman Said, Dr Helmy Faishal Zaini, Dr Bivitri Susanti, Dr Ninasapti Triaswati, Ferry Juliantono, Silmy Karim, Antonius Joenoes Supit, dan Hendri Satrio.(Megapolitan)

Posting Komentar

0 Komentar